Selasa, 10 Maret 2009

" Mbok Minah "

(Tulisan ini bersifat fiktif belaka. Karenanya nama, karakter, tempat, tokoh, dsb juga fiktif)

Mbok Minah menyeka peluhnya berkali-kali. Matahari pagi ini menyorot tajam persis ke hadapannya. Ia berkali-kali berucap, “Masya Allah...”. Dagangannya hari ini baru terjual lima belas bungkus saja, padahal ia menyiapkan 75 seperti hari-hari sebelumnya. Ia berdiri memandang ke sekitar, kanan-kiri-belakang. “ Ya Allah ada apa gerangan ?, sehingga daganganku belum habis.......” Ini adalah kali pertama selama lima tahun berjualan, sepi pembeli, padahal orang yang berlalu lalang cukup banyak di Alun-alun kota ini. “ Apakah sekarang orang sudah tidak suka menyantap jajanan tradisional lagi ? Apakah rasa getuk singkong, kue kapur, ongol-ongol dan jadah buatanku sekarang tidak bisa memenuhi selera mereka lagi? Apakah orang sudah tidak tertarik lagi kepada penjual jajanan yang semakin hari semakin tua ini.....? “, jeritan pertanyaan itu berkali-kali muncul di dalam hatinya.

Mbok Minah menggendong bakulnya di punggung. Ia harus segera mengambil langkah seribu agar dagangannya habis. Ia banting stir agar dagangannya habis sebelum waktu Dhuhur. Karena ia harus sampai ke rumah untuk melakukan proses pembuatan materi dagangan yang dipersiapkan untuk esok hari. Ia pun harus berada di rumah agar kedua anaknya terlayani ketika mereka pulang dari sekolah. Karena ia sangat membanggakan anak-anak keturunannya dan ia rela bersusah payah menghidupi serta membahagiakan buah hatinya itu. Ia sangat bersyukur dikaruniai keluarga sederhana seperti yang dialaminya ini.

Mbok Minah tiba di komplek perumahan real estate. Baru kali ini ia masuk. Meski rumah mereka besar-besar namun nampak sepi. Pastilah penghuninya berada di dalam rumah. Mereka lebih nyaman di dalam karena di luar cukup panas hari ini. Makanya mungkin mereka menanam pohon-pohon besar di tepi jalan, ada mangga, sukun, dan juga palm agar nuansanya lebih teduh. “ Enak juga berjualan di komplek ini “, bisiknya dalam hati.

“ Jajan....jajan....Bu. Ada getuk singkong, kue kapur, ongol-ongol juga ada.....”, teriak Mbok Minah di depan pagar sebuah rumah bercat coklat yang besar namun bersih. Ini adalah rumah pertama yang terletak di pojok dekat pintu gerbang masuk. “ Bu....jajannya.........”, ujarnya lagi. “Alhamdulillah.....”, ucapnya lirih, “ yang punya rumah keluar !”. Seorang wanita muda bercelana putih dan berjilbab nan ayu itu mendekat, “ Jajanan apa yang Mbok bawa ? Rasanya Mbok baru kali ini ya berjualan jajan di komplek ini ? “, tanya wanita itu ramah. Mbok Minah membuka plastik penutup bakulnya. “ Ooh jajanan ini....., boleh bungkus lima Mbok, campur-campur aja. Rasanya enak kan Mbok ? “. Mbok Minah mengangguk. Lumayan, pikirnya, jika satu rumah membeli lima bungkus saja daganganku pasti cepat habis. Apalagi jumlah rumah di komplek ini lima puluh unit mungkin lebih. Ya nantinya setiap rumah akan dikunjungi dua hari sekali secara bergantian agar mereka tak bosan . Ia akan berjalan terus dan terus berjalan menjajakan dagangannya. Sebagai pedagang pun Mbok Minah mempunyai target tertentu mengenai jumlah jajanan yang dibawa. Ia tidak mau membawa terlalu berlebihan, mana mungkin kuat. Dan ia pun harus berhati-hati agar tidak banyak jajanan tersisa karena tidak laku. Jika ia pulang masih membawa sisa biasanya akan dimakan sendiri atau dikirimkan ke tetangga sebelah atau anak-anak tetangga yang kadang-kadang bermain di halaman rumahnya.

Wajah Mbok Minah sumringah karena dagangannya bisa habis di komplek perumahan ini. Ia berjalan dengan penuh semangat. Ia berkali-kali mengucapkan syukur kepada Tuhan, karena ia tidak sampai berputus asa, bahkan malah diberi-Nya jalan untuk masuk di komplek ini, dan ternyata dagangannya bisa habis.

Mbok Minah berhenti di bawah pohon sukun di depan rumah Wanita Ayu itu, rumah pertama yang menurutnya sangat bersejarah dalam berjualan jajanan di komplek perumahan itu. Ia pun berkenalan dengan tukang becak yang juga tengah beristirahat di bawah pohon itu.Ia memandangi rumah itu dalam-dalam. Ia berharap Wanita Ayu itu keluar kembali, karena ia ingin tersenyum dan menyapa untuk mengucapkan terima kasih atau apalah. Wanita Ayu itu seperti pernah dikenalnya. “ Namanya Bu Mansyur....”, kata tukang becak. Mbok Minah jadi tersipu malu karena rupanya tukang becak itu memperhatikan tingkah lakunya sehingga dia berhasil menebak tentang apa yang sedang terlintas di pikirannya.

Ya, Mbok Minah pedagang jajanan tradisional itu telah menemukan jalan, bagaimana cara menghabiskan dagangannya. Meski berubah caranya dan lebih capek, ia merasa puas dan juga bahkan bertambah kenalannya. Mbok Minah, hari ini dagangannya bisa habis. ( medio : 24032008 ) .

" Antara Jakarta - Tegal "

“ Namanya juga cerita fiktif, maka jika ada nama, alamat, kejadian, atau yang lainnya sama dan serupa dengan Anda……itu hanya kebetulan saja. Karenanya mohon dimaafkan “.

------------------------------------- wg-------------------------------------

Ning, adalah gadis dari Tegal.Lebaran kali ini berbunga-bunga hatinya. Kenapa ? Karena, Raymond, gebetannya, ngotot ingin mengantar Ning mudik ke Tegal.

Gadis ayu itu sukses dalam membawa diri di kota metropolitan. Meski hanya lulusan D-1Komputer, ia berhasil ditempatkan di bagian marketing pabrik makanan terkenal di Jakarta. Mungkin penampilan dan kecerdasannyalah yang dinilai orang punya nilai tambah gadis ini. Jika ditanya mirip artis siapa ?, Luna Maya ? .....ya, memang mirip sekali dengan dia. Bayangkanlah ! he he he. Meski demikian, otaknyapun tidaklah kalah hebat dibandingkan kawan-kawan di team work-nya di pabrik itu. Ia cukup bisa diandalkan. Beberapa event usaha pengelolaan marketing perusahaannya adalah ide kreatifnya. Makanya ia dianggap sebagai salah satu aset perusahaan yang dipertahankan , ibarat pepatah ” jangan dibuang sayang ”. Namun gadis asli Tegal itu tidak takabur, seperti ajaran orang tuanya, ia selalu sederhana, elegant dan tetap berjilbab. Hari demi hari bekerja di Jakarta, tak terasa sudah dua kali Lebaran dilewatinya.

Ning memilih naik sepeda motor saja, ketika Raymond menawarkan untuk mengantar hingga ke rumah Ning di Tegal, dalam mudik Lebaran kali ini. Bahkan Raymond ingin kenal lebih dekat dengan orang tua dan keluarga Ning. Sementara Ning sendiri baru tiga bulanan kenal Raymond. Ning belum berkehendak kenal lebih jauh dengan orang tua apalagi keluarga Raymond. Ning hanya tahu jika nama lengkap Raymond itu : Muhamad Raymond Setiawan. Nama yang keren, kan ? Usianya empat tahun lebih tua dari Ning. Kantornya, di sebuah Kantor Negara di Jakarta. Di bagian apa ? Ning belum menyelidiki. Ning hanya pernah dikenalkan kepada beberapa teman Raymond ketika Ning diajak makan siang di Kantin kantor Raymond. Yang jelas kebaikan dan keramahan Raymondlah yang sementara ini membuat Ning kesengsem. Ning belum mau menghayal ke hal-hal yang lebih jauh lagi dalam hal hubungan asmara ini. Ning musti berhati-hati dalam bergaul di kota Jakarta. Ning tidak mau terjebak oleh kemilau keindahan dunia hanya karena nafsu belaka. Ning hanya tersenyum tulus, berbicara secukupnya dan berjalan sesuai langkah jiwanya yang sejuk.

Ada dua kenakalan lelaki, paling tidak, ketika ia memboncengkan seorang perempuan di belakangnya. Maaf, dada dan tangan orang yang diboncengnyalah yang diharapkan bisa lebih lama menyentuh kulit sang lelaki. He he he. Maka dari itu, Ning mengatur posisi duduknya dengan seksama. Ia akan mengenakan jaket tebal, dan tas berisi apalah yang ringan dan empuk untuk digantungkan ke lehernya tetapi menutupi dadanya. Ning tidak perlu membawa pakaian ganti dari Jakarta, toh di rumah Tegal pakaiannya juga masih ada yang ditinggal.

Antara Jakarta – Tegal, adalah perjalanan cinta Ning dan Raymond. Segala harapan mereka akan terwujud tergantung kisah mereka di dalam perjalanan mudik Lebaran ini. Karena mereka bisa lebih saling kenal terhadap hal-hal pribadi sekali pun. Bukan hanya kelembutan romansa cinta mereka, tetapi karakter dasar mereka pun kerap muncul. Karakter yang keras misalnya galak, emosional, bahkan marah besar merupakan karakter yang tidak diharapkan setiap pasangan. Apalagi misi di dalam perjalanan mudik mereka adalah misi asmara, tentu nuansa romantisme lah yang senantiasa muncul. Karakter terburuk yang dipunyai pasti akan disimpan rapat-rapat.

” Ning, kita istirahat dahulu di Masjid itu ya. Sebentar lagi maghrib dan kita bisa berbuka dengan air mineral dan kurma yang kamu bawa ya, ” kata Raymond sambil membelokkan sepeda motornya ke halaman Masjid di pinggir jalan jalur Pantura.

Ning turun dari boncengan dan melepas helm-nya yang disambut Raymond untuk dicantelkan ke stang sepeda motornya. Raymond yang tampan mengerlingkan sebelah matanya ke Ning pertanda ia mengagumi wajah kekasihnya itu. Dengan mesra dan penuh kelembutan Raymond meraih lengan Ning dan menggandengnya hingga duduk di teras depan Masjid itu. Bukan hanya mereka berdua yang mengaso di pelataran Masjid itu tetapi cukup banyak sudah pemudik Lebaran yang tiba duluan.

“ Ramai sekali Ning. Dimana kita ini dan apakah rumahmu masih jauh ?, ” tanya Raymond sambil duduk dan menggeliatkan punggungnya pertanda ia capek sekali.

” Alhamdulillah kita sudah sampai di Brebes, kira-kira setengah jam lagi kita sampai. Masjid ini kayaknya masjid terbagus di kota Brebes, sepertinya belum lama di bangun ya. Aku baru lihat ada masjid sebagus ini di Brebes, ” kata Ning lembut sekali.

Adzan Maghrib pun berkumandang dari menara masjid itu. Ning dan Raymond, sepasang kekasih yang tengah kasmaran itu berbuka dengan kurma dan seteguk air mineral yang dibawanya. Indah nian suasana malam takbiran di masjid ini, apalagi hanya berduaan dalam dekapan romansa Lebaran. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Laaillaha Ilallahu Allahu Akbar. Allahu Akbar wa lillah Ilham.....

Setelah selesai sholat Maghrib di masjid itu, Raymond dan Ning melanjutkan perjalanan. Ning berjanji akan menunjukkan pada Raymond dimana tempat yang banyak menjual makanan khas Tegal yang digandrungi banyak orang, yaitu Sate Kambing Tegal. Raymond pun begitu antusias ingin segera sampai ke Tegal. Rupanya jarak dari Brebes – Tegal itu tidak begitu jauh. Cuma sekitar 15 menit sudah sampai. Dan mereka pun tiba di warung sate langganan keluarga Ning biasa mampir. Ning bilang sebaiknya pesan satu kodi saja dahulu nanti jika suka dan masih kepingin, ya besok-besok mampir lagi. Satu kodi sate kambing muda dan dua porsi sop cukup membuat mereka kenyang dan hangatnya kuah sop membuat tubuh mereka hangat kembali. Ning menyarankan nanti mampir lagi di kawasan Talang untuk membeli makanan khas Tegal lainnya yaitu Sauto Tegal. Biar dibungkus saja. Nanti malam-malam jika sempat kita makan lagi di rumah, kalau tidak sempat ya dimakan besoknya. Tiba-tiba Raymond terkejut mendengar suara bergemuruh tidak jauh dari warung sate itu.

“ Itu suara KA Argo Muria jurusan Surabaya – Jakarta. Ya lewatnya di sana itu, ” kata Ning sambil tersenyum manis.

Setelah membeli lima bungkus Sauto Tegal yang Ning janjikan tadi. Merekapun segera melanjutkan perjalanannya kembali. Kata Ning, kira-kira sepuluh menit lagi akan sampai di rumah. Jantung di dada Raymond terasa berdebar-debar, sepertinya ia akan gugup ketika harus bertemu kedua orang tua Ning nanti. Berapa jumlah kakak –adiknya ? ia belum pernah bertanya. Apa pekerjaan ayahnya atau seberapa besarkah rumah Ning, ada berapa kamarnya dan tidur di kamar siapa nanti, apakah ia akan ditinggalkan Ning sendirian sementara Ning akan bercengkerama dengan keluarganya karena rasa kangen yang sudah terobati ? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya deg-degan dan serasa demam panas dingin. Lain sama sekali dengan rasa deg-degan Raymond ketika harus melalui persoalan berat yang sering dijumpai di kantor tempatnya bekerja. Inikah yang namanya demam kasmaran ?

“ Belok ke kiri Mas. Masuk ke rumah itu ! Kita langsung saja lewat ke samping kanan. Biar motornya diparkir di sini saja, nanti ada yang mengurus. Kita langsung masuk dan sungkem ke Mama dan Papa, mereka sudah menunggu di ruang keluarga pastinya, ” kata Ning sambil mempersilakan Raymond naik sejengkal ke lantai teras belakang rumah yang jika ke kanan ke arah dapur dan ke kiri ke ruang makan keluarga.

Jantung Raymond yang berdegup kencang tadi, menyebabkan tubuhnya terasa ringan dan langkah kakinya melayang-layang. Ia pun berjalan mengikuti langkah anggun Ning menuju ruang keluarga dimana katanya kedua orang tuanya sudah menunggu. Raymond ikut bersalaman ketika Ning selesai sungkem dan memeluk – cium ayahanda tercinta. Raymond hanya memperhatikan tangannya digenggam Papanya Ning dan benar-benar tidak berani memandang ke wajahnya. Tetapi setelah mencium tangan Mama, entah mengapa Raymond berani sekali menatap wajahnya, ia ingin memastikan apakah kecantikannya sama dengan kecantikan wajah anaknya ? Seperti adegan di sinetron, proses menatap wajah Mama itu begitu dramatis……lama sekali. Kekaguman itu yakin membuatnya tak ingin pernah melepas Ning ke pelukan lelaki lain.

Ternyata Raymond diberi jatah kamar kakak lelaki Ning yang saat ini tidak mudik karena saat ini bekerja di Selandia Baru. Raymond hanya ingin mandi dan mengobrol saja bersama Ning di teras depan atau di mana saja pojok yang romantis di rumah ini. Tetapi setelah mandi Raymond merasa meriang dan lelah sekali. Rasanya demam. Apakah masih demam kasmaran ? Hakh, ia malah bersin-bersin dan agak pening kepalanya. Rupanya ia betul-betul demam meriang.

Ning memberi minuman serbat hangat dan juga pil anti demam agar kondisinya tidak menjadi lebih parah. Bahkan ayahnya menyarankan untuk memanggil tukang pijat. Tetapi tidak janji, akan berhasil atau tidak ? Mana mungkin ada tukang pijat di malam takbiran ?

Sambil menunggu tukang pijat tiba, Ning dan Raymond mengobrol di ruang tamu yang tidak terganggu oleh masuknya angin malam. Mereka memilih di kursi tamu yang pojok kanan saja. Raymond bingung juga kok ruangan tamu ini luas sekali dengan lima set kursi tamu yang masing-masing diterangi lampu kristal kuno yang masih terawat. Ada lampu yang terang dan yang temaram. Ning menceritakan, bahwa ayahnya adalah mantan kepala desa yang disegani di kampung ini. Ruangan ini dahulu dipergunakan juga untuk pertemuan dan menerima tamu-tamu istimewa. Entah mengapa Ning menyalakan lampu yang terangnya temaram, ternyata katanya agar cepat mengantuk dan agar segera bisa beristirahat tentunya. Tetapi bagi Raymond, meskipun matanya nampak sayu dan lelah nampaknya tidak ingin melewatkan kesempatan mengobrol ini berlalu begitu saja. Ia masih ingin mengetahui banyak hal tentang gadis yang kelak akan dipersuntingnya sebagai pasangan hidupnya dan tentu kerinduannya akan hal-hal yang bernuansa kelembutan selembut tutur sapa keluarga Ning yang jarang ditemukan di lingkungan rumahnya di Jakarta.

“ Mas, kayaknya tukang pijat itu tak akan datang. Kita tidur saja yuk, Mas sudah ngantuk sekali kan ? Nanti Mas tidur ditemani adikku, Aji ya. Aji tidur di divan. Besok kita banyak acara lho dan harus bangun pagi untuk sholat Ied, ” ajak Ning sambil berdiri. Raymond pura-pura sedih karena sebenarnya ia takut tidur sendirian di tempat yang asing, meski akhirnya Ning tahu juga bahwa Aji akan menemaninya tidur.

Menjelang Subuh, Ning dan kedua orang tuanya sudah bangun. Ning semalam tidur lelap sekali. Di dalam tidurnya ada terlukiskan taman bunga yang indah. Ada kupu-kupu yang beterbangan dan gaun pengantin yang jubahnya terbang-terbang tertiup angin asmara. Ning memang sedang asyik masyuk dalam romansa asmara sepasang merpati. Ia tengah menguntai bunga-bunga mimpi yang diinginkan semua orang.

Ning membuka kamar yang ditempati Raymond perlahan-lahan agar ia tidak terbangun. Ia pun diam-diam ingin mengintip bagaimana sosok Raymond ketika sedang tidur. Maka Ning deg-degan juga masuk ke kamar itu karena khawatir ketahuan. Rupanya Raymond tidur lelap sekali. Capek mengendarai sepeda motor Jakarta – Tegal membuatnya begitu menikmati kesempatan tidur itu. Di hati Ning, ucapan syukur pun terucap : “ Subhanallah , semoga dialah jodohku “. Tetapi ia tak mau lama-lama di kamar itu. Ia bergegas membangunkan Aji untuk sholat Subuh dan nanti segera membangunkan Raymond agar tidak terlambat sholat Subuh-nya.

Setelah keluar dari kamar Raymond, Ning masih mengelus-elus dadanya. Pertanda kekaguman dan rasa cintanya.Subhanallah ! Sebagai perempuan, rasa kagum kepada lain jenis memang harus disembunyikan. Kata mama, di situlah letak martabat dan harga diri wanita. Jatuh cinta kepada lelaki adalah hal yang lumrah sebagai manusia, tetapi pasti kita akan dibalas cinta yang lebih tulus lagi dari lelaki itu jika perasaan itu disimpan saja di dalam hati tetapi dengan perbuatan yang lemah lembut penuh rasa cinta terhadapnyalah sang lelaki bakal mengetahui dengan pasti dan membalasnya dengan rasa cinta yang lebih tulus dan menghormati. Itulah nasihat orang tua untuk kebaikan anak-anaknya dan jangan pernah dilupakan tentunya.

Lagu Bimbo, ” Lebaran Sebentar Lagi ”, rupanya terjadi di Tegal bagi Raymond. Giliran dia yang merasa sedih karena Lebaran tahun ini jauh dari orang tua dan keluarganya. Pulang jalan kaki dari lapangan tempat sholat I'ed dengan arah yang berbeda dari saat berangkat merupakan sunnah Rasul dan itu dilakukan rombongan keluarga besar Ning. Sayangnya Ning membiarkan Raymond bergabung bersama keluarganya yang laki-laki, sehingga ia merasa sendiri karena ia ternyata lambat untuk segera beradaptasi. Hanya sesekali ia menimpali pertanyaan keluarga laki-laki Ning dan jawaban seadanya adalah pilihannya. Ia pun teringat kepada orang tua dan kedua adiknya. Bagaimana Lebaran mereka di Jakarta ya ? Tiba-tiba ia ingat untuk menghubungi orang tua dengan telepon. Handphone yang dipegangnya kini menempel di telinga dan masih diam menunggu diangkat. Kemudian ia berhenti melangkah, ” Mama, Emond mohon maaf lahir dan bathin. Mama, Papa dan adik-adik tadi sholat I'ed dimana ? Semoga bahagia dan sehat selalu Ma....”, kata Raymond kepada ibunya yang terdengar berbicara sambil menangis kecil. Tentunya tangisan rindu ibu kepada anaknya. Raymond pun kaget ketika ternyata Ning sudah berada di sampingnya. Sambil menyambut tangan Ning dan digenggamnya erat-erat, kemudian diciuminya tangan itu dan ditempelkan di pipinya, Raymond berbicara ke mamanya : ” Oh ya Ma, ini Ning mau ikutan bicara....”, HP itu diserahkan ke Ning. Seolah tak mau berpisah lagi dengan Ning, tangan kiri Ning digenggam erat-erat. Mata indah Ning nampak berkaca-kaca mendengar suara mama Raymond di Jakarta sana. Suara di HP yang jernih dan terasa dekat membuat mereka seolah sudah kenal lama dan cocok sebagai calon menantu dan calon mertua. Makanya Reymond dan Ning memuji TELKOMFlexi. Bayangkan mutu suara yang jernih dan tersambung gak pake lama, di Lebaran tahun ini pulsanya discount hingga 100 %, Jadi mereka ngomong tadi gak pake biaya alias gratis. Ya masyarakat mana yang tidak bahagia jika banyak kebutuhan kita yang harganya murah karena selalu ada discount apalagi dengan kualitas yang prima pula. Moga-moga aja Indonesia terus jaya ya....!

” Terima kasih Ning, kamu telah membuat mama bahagia. Aku ingin Lebaran tahun depan kita sudah menikah dan suasananya berbeda. Mungkin kamu sedang mengandung anak kita........ya......”, ucap Raymond penuh harap dan membuat Ning tersipu malu tetapi jemari Raymond yang dibelaikan di kedua pipi Ning yang putih kemerahan itu tentu membuat Ning merasa tubuhnya dialiri setrum cinta yang dahsyat.

Lebaran di Tegal, menciptakan sejarah tersendiri bagi Raymond. Dengan cukup meyakinkan dan berani, Raymond menyampaikan kesungguhan hati untuk memohon kepada kedua orang tua Ning bahwa ia kelak akan meminang Ning sebagai pasangan hidupnya. Bahkan meski ia berbohong, kedua orangtuanya di Jakarta telah menyetujui dan dalam waktu dekat ini akan datang ke Tegal untuk melamar (padahal orang tuanya belum pernah membicarakan hal itu secara langsung lho...he he he). Raymond bilang, ia ingin segera menikahi Ning. Kesungguhan itu diperlihatkan pula olehnya ketika ia diajak Ning berkunjung ke keluarga besar mama-papanya. Alhamdulillah, nampaknya ia akan diterima 100 %. Kenapa pula harus ditolak ? Dan mendengar kesungguhan Raymond, Ning pun bersyukur bahwa semoga doanya selama ini benar-benar dikabulkan Tuhan.

Seminggu ber-Lebaran di Tegal, cukup sudah bagi mereka, dan mereka harus kembali lagi ke Jakarta untuk bekerja kembali. Namun kenikmatan perjalanan mudik Lebaran bagi mereka adalah karena mereka kini mempunyai cinta yang direstui kedua orangtua. Cinta yang tidak terlarang, karena mereka menjalaninya dengan cinta yang tulus dan saling menghormati. Mereka punya martabat dan harga diri yang diagungkan. Dan kelak tidak begitu mudah orang lain untuk menggoyahkan ”bangunan” cinta mereka. Mereka adalah anak-anak manusia yang baik-baik. Karena perjalanan mudik Lebaran, antara Jakarta – Tegal, adalah kisah perjalanan cinta mereka. Mereka menemukan keindahan cinta sesungguhnya, romansa asmara yang kelak akan memperkokoh bangunan cinta itu.( Untuk R & N. Dari daur ulang produksi 2007 ).

Senin, 16 Februari 2009

Perempuan itu bernama V.I.N.A

"..........Di, titip anak-anak kalau aku mati hari ini..........", dari sebuah suara nun jauh di seberang sana seseorang menjerit lewat telepon dan menitipkan anak-anaknya. Penuh tanda tanya, kan ? Jadilah kisah tsb sebuah cerita fiksi, seperti di bawah ini. (Namanya cerita fiksi, maka semua yang tertulis dalam cerita judul itu adalah fiktif. Mohon maaf jika kebetulan sama dengan yang Anda punya, ya).

------------------------------------ 000 -------------------------------------------


" Pokoknya aku sudah gak tahan dan jelas kejadian dahulu kini akan terulang lagi. Pasti dia telah kawin lagi. Sialan........dasar brengsek........??", jerit Mariana membangunkan sebuah malam di rumah keluarga Joyodikarto. Anaknya yang tertidur menemaninya menunggu suaminya pulang, terbangun dan lalu pindah tidur ke kamarnya di loteng.


Suami Mariana yang bernama Joyo itu, sudah beberapa minggu ini pulang larut malam terus. Uang yang katanya dicari, ternyata gagal didapat katanya. "Bohong, pasti bohong", kata Mary. Dulu juga begitu, untung belum sampai punya anak segala. Wah dia memang stress dan benci berat kepada Joyo. Tetapi dia jelas ingin mengetahui isi sms di HP-nya. Suatu malam ketika Joyo sudah tidur kecapaian, dibacanya satu persatu isi sms yang hampir penuh itu. Rupanya ada sebuah jawaban Joyo : " dari Purwodadi saya langsung pulang ke rumah, gimana anak-anak sudah tidur ? ", ke sebuah nomor GSM.

Mary sudah mencatat nomor GSM perempuan itu dan pagi ini dia akan mencari tahu siapa dan dimana rumahnya ? Dia sangat geram dan benci sekali. Anehnya nomor GSM itu tidak pernah diangkat ketika dihubungi. Atas saran temannya, cobalah kirim sms, kapan-kapan pasti dibuka. Ternyata metode itu jitu banget, esoknya perempuan itu membalas sms dan secara tak langsung memberikan alamat rumahnya.

Bertambah geramlah Mariana, ketika sampai di alamat, ternyata orang yang dicari sedang pergi. Rumahnya yang besar dan bagus dihuni oleh empat orang saja. Selain perempuan itu dan kedua anaknya, ada juga seorang pembantu rumah tangga yang baik hati. " Ibu sedang tidak di rumah sejak pagi tadi, silakan menunggu di dalam jika mau menunggu. Mungkin sebentar lagi pulang ", kata pembantu itu seraya tersenyum ramah nian.

Meski merasa gengsi dan rasa benci yang membara, Mary dan kawannya akhirnya menunggu juga di ruang tamu yang asri. Dalam menunggunya, dua orang tamu itu matanya memandangi foto-foto berfigura. Mereka iri karena perempuan itu nampak lebih cantik darinya. Foto keluarga itu berempat, suami dan dua anaknya. " Mereka seperti keluarga yang terhormat ", pikirnya dalam hati.

" Selamat siang, Njenengan berdua sudah lama menunggu saya ? Kenalkan, nama saya V.I.N.A..........", kata sang perempuan yang dicari Mary yang ternyata bernama Vina.
( bersambung )

Senin, 26 Januari 2009

" Kisah Sedih di hari Minggu "

" Papa, aku sedih. Wulan..........", kata anakku sambil menangis terisak-isak di hadapanku. Ia pergi kamarnya meski belum sempat melanjutkan ceritanya. Ada apakah gerangan hingga ia benar-benar sedih dan menangis ? Cerita apa pula tadi yang hendak disampaikan kepadaku ?





Berikut adalah Cerita Fiksinya. Di mana ia belum sempat menyampaikan kisah sedihnya itu dan keburu lari ke kamarnya. Mari kita tebak apa isi kisah sedihnya, moga-moga benar dan endingnya membahagiakan dia ya. ( Oleh karena ini Cerita Fiksi, maka penokohan, nama, tempat kejadian, dll merupakan fiktif belaka. Jika sebagian atau semuanya sama dengan yang Anda miliki, maka Saya mohon maaf, itu hanya kebetulan. )





------------------------------------------ wonggendut ----------------------------------------




Sudah hampir seminggu Shinta kelihatan murung, menangis lagi sih tidak. Tetapi ia juga merasa tidak berselera untuk makan. Ia lebih banyak tinggal di kamarnya, sepanjang hari setelah pulang sekolah hanya berbaring di tempat tidur, seperti tidur namun ternyata tidak. Pegang buku untuk mencoba mengulang pelajaran yang diajarkan di sekolah saja seperti enggan. Entah bagaimana sikapnya jika di sekolah ya ? Kalau di sekolah juga murung, tentulah ini suatu kondisi yang tidak baik. Ibunya yang kebanyakan tinggal di rumah pun tak urung dibuat stres. Kenapa anak ini ?


Aku baru ingat tentang sepenggal ceritanya yang belum sempat diceritakan seluruhnya kepadaku tempo hari. Ya....Wulan, pasti Wulan penyebabnya. Wulan kan sahabatnya, besok lusa yaitu hari Minggu, akan pindah ke Sumbawa mengikuti ayahnya yang telah pindah lokasi kerjanya tiga bulan yang lalu. Dan karena ayahnya hanya sedikit punya waktu untuk menjemput keluarganya, Wulan tidak sempat mengadakan acara perpisahan atau apa. Bahkan Wulan telah minta izin untuk tidak sekolah selama seminggu dan surat keterangan pindah dari sekolah pun telah didapatkannya. Jadilah Shinta dan kawannya yang lain seperti kehilangan. Nah, pasti inilah yang menyebabkan Shinta bersedih.......kasihan ya.


" Shinta, Papa tahu kamu sedih karena Wulan sahabatmu itu hendak pindah sekolah, kan ? ", kataku mengagetkan Shinta karena memang ia sedang melamun. Sambil memelukku dan menangis kembali, Shinta mengiyakan pertanyaanku. Shinta memang terpukul, ia membayangkan betapa sepinya hari-hari tanpa sahabatnya. Jika hampir setiap hari Minggu mereka bermain di pekarangan secara bergantian, kini tentu tidak akan pernah lagi. Dan Shinta akan bersedih jika hari-hari Minggu itu tiba. Ia akan sendirian, meski adiknya pun terkadang ikut bermain dengan mereka. " Tapi Ricky kan masih kecil, ngomong aja masih cadel....", kata Shinta ketika aku menjelaskan bahwa mana mungkin akan sepi, kan ada Ricky.


Kiranya kami harus segera mendapat jalan keluar yang jitu nih. Semalam aku dan isteriku berdiskusi alot sekali untuk mencari solusi, dengan cara apa ya keceriaan Shinta agar di hari Minggu besok tidak terjadi - kisah sedih di hari minggu- ? Demi kebahagiaan anak-anak pasti semua orang tua pun akan melakukan apa saja, bukan ? Oke, keputusan pun telah bulat dan kami akan action Sabtu besok. Jadi "sesuatu" yang akan kami beli itu harus ada besok hari Sabtu tatkala Shinta pulang sekolah. Semoga Tuhan meridhoi rencana kami dan anak-anak itu akan tertawa bahagia, tiada lagi aura kesedihan di wajah mereka. Kami pun akhirnya bisa tidur dengan nyenyaknya malam itu hingga bangun kesiangan.


Kebetulan Sabtu aku libur, seperti biasanya giliran aku yang mengantar ke sekolah kedua buah hati kami itu. Nah pada saat mereka di sekolah lah aku menuju pasar untuk membeli "sesuatu" hadiah untuk Shinta dan Ricky. Sementara isteriku kelak akan membuat makanan lezat kesukaan kami.


" Shinta dan Ricky, kalian nanti tidak perlu lagi bersedih ya, karena Papa mempunyai sesuatu yang pasti kalian akan senang bermain dengan mereka ", kataku saat dalam perjalanan pulang ke rumah. Anehnya Shinta tak bergeming, ia masih saja nampak sedih. Wah, tetapi aku tak mau menyebutkan dulu apa sesuatu hadiah itu, bukan kejutan dong namanya.


" Shinta dan adek akan bermain dengan mereka ? Siapa mereka itu ? Ih Shinta takut Pa, ngeri, apa sih hadiah untuk Shinta sebenarnya ? ", kata Shinta mengejutkan aku. Rupanya meski di wajahnya nampak sedih, ia merespon dengan baik apa yang kukatakan tadi. Tak terasa kami sudah memasuki rumah, dan ternyata Shinta penasaran juga, ia lari ke dapur mencari mamanya. Yang dicari tak ada ia lalu ke pekarangan belakang rumah. Memang di sanalah aku menyimpan hadiah itu. Tak lama kemudian terdengar Shinta berteriak kegirangan bahkan ia menjerit-jerit seperti anak yang mendapatkan sesuatu yang memang telah ia impikan selama ini. Tetapi, Ricky kok menangis ya, dan ia seperti ketakutan dan bahkan ia telah digendong mamanya.


" Terima kasih Papa, kelinci manis inilah yang Shinta impikan. Wulan juga punya sepasang kok, warnanya putih dan hitam. Yang ini kayaknya kelinci anggora ya Pa, coklat kehitam-hitaman, ada putihnya juga bahkan abu-abu, manis sekali. Bulunya lebat sekali ya Pa. Mereka akan menjadi sahabat Shinta dan Ricky Pa....", komentar Shinta dengan raut muka yang sumringah. Alhamdulillah komentar itulah yang kami inginkan. Aku dan isteriku saling menatap dan nampak isteriku berlinang air mata. Terima kasih Tuhan, kisah sedih di hari Minggu itu jangan sampai pernah terjadi. ( tamat )



" Selamat Tinggal Cinta "

".............Mas, kalau begini terus, aku nggak tahan deh. Dia benar-benar telah berubah, dia tak lagi romantis seperti dulu, dia dingin sekarang, dia penghianat cinta ........", sms itu meluncur begitu saja dari seseorang yang curhat kepada wonggendut dan itu sampai tujuh halaman sms.......bayangkanlah ! Setelah diberi tips seperlunya dan seenaknya, tentunya ( ha ha ha), justeru ia malah ketagihan meminta tips dan tips lagi sampai berhenti sekarang ini dan ia menghilang bagai ditelan bumi. Kucari-cari entah kemana dia pergi ya .........? Belum ketemu lagi tuh !

Nah, karena dia menghilang, bagaimana kalau kita mengarang cerita fiksi saja sambil menerka bagaimana kelanjutan kisah curhat teman Saya itu ? (Dan karena ini cerita fiksi, maka semua nama, tempat, dll adalah fiktif belaka. Mohon maaf jika kebetulan sebagian atau seluruhnya sama dengan yang Anda miliki). Semoga penyelesaian masalah dan ending cerita ini bermanfaat buat kita semua ya. Selamat menyimak.


---------------------------------------- 000 -----------------------------------------------



Cinta itu mungkin abstrak, tiada bentuk. Coba tanyalah pada diri sendiri, apakah cinta itu ? Cinta kepada isteri/ suami, kepada anak-anak, keluarga, orang tua, tanah-air, atau kepada Sang Pencipta ? Semua orang pasti punya persepsi dan definisi sendiri, bahkan banyak sekali orang yang tiada mengerti dan tiada peduli apa sebenarnya definisi dari "cinta" itu. Apakah cinta itu hakekat dari kesetiaan ? Apakah cinta itu perasaan yang tulus dan tiada pernah akan berpaling, kecuali suratan Ilahi ? Apakah cinta itu buta ? Buta namun bisa melihat ? Jawabnya : " tanyakanlah pada hatimu ".


Lain pula apa arti cinta dari sepasang sejoli yang sedang kasmaran ini, Hastuti dan Subeno. Meski mereka masing-masing telah memiliki pasangan dan keluarga, mereka saling bersi keras bahwa mereka adalah pasangan yang sesungguhnya, karena berdasar atas cinta mereka yang suci, tulus dan benar adanya. Tetapi anehnya hubungan mereka disembunyikan karena khawatir ketahuan orang apalagi keluarga mereka. Jika kepergok sedang berduaan, salah satu dari mereka pasti selalu menghindari agar tidak dicurigai. Tiada sportif, kan ? Pasangan dengan hubungan-cinta semacam ini biasa disebut orang sebagai pasangan selingkuhan, kan ? Mungkin benar juga. Mereka pengecut karena takut ketahuan, berarti cintanya palsu karena tidak tulus......


Hastuti yang telah beranak tiga, tiada terasa ternyata telah tujuh tahun bercinta dengan Subeno. Suami resminya adalah seorang sales-profesional untuk produk-produk elektronik pabrikan yang sering pergi ke luar kota. Meski jarang bertemu anak-isteri, suaminya mengayomi keluarganya dengan rumah dan fasilitas yang cukup lengkap, kata orang, istilahnya "tajir" gitu. Sedangkan Subeno, yang lebih keren dipanggil Benny, adalah profesional tangguh dengan tiga titel intelektual di kiri kanan namanya. "Keren abis" pokoknya. Mereka bertemu di kantor mereka dan terjadilah hubungan peselingkuhan selama tujuh tahun. Bersih dan rapi sekali mereka bersembunyi sehingga belum pernah terjadi keributan berarti.


Akhir-akhir ini Benny kebanyakan diam. Dia tiada seramah sebelumnya. Kalau bertemu saat berpapasan dengan Hastuti pun, sikapnya seperti dingin seperti tak punya -hubungan khusus- di antara mereka. Tuty menangkap dengan jelas perubahan itu. Membatalkan janji bertemu sering dilakukan Benny. Katanyan sibuk atau akan pergi ke luar kota, ada saja alasannya. " HP-nya lebih sering off atau jika on pasti dimatikannya dan jika ia tahu aku yang menghubungi, ia selalu mematikan HP-nya. Ganti nomor ?, ia selalu saja bisa menghindar dariku ", kata Hastuti dengan nada sedih yang emosional. Kalau memang benar apa yang diceritakannya, Hastuti sekarang sedang dilanda kegundahan luar biasa karena cinta-butanya telah disia-siakan Benny. Kalau sudah begini ingin rasanya ia datang ke rumah Benny untuk menuntut pengorbanan cintanya selama ini. Tak peduli nanti berhadapan dengan isteri Benny atau dicaci maki anak-anak Benny. Atau ia selalu ingin berteriak-teriak di kantornya agar semua orang tahu bahwa selama ini ia dan Benny memang berhubungan-cinta dan cintanya sekarang telah dihianati dan ia sekarang sudah gila. Gila cinta.....!


Suatu hari Benny menepati tawaran Hastuti untuk bertemu dan membicarakan hubungan mereka. Mereka bertemu di sebuah cafe remang-remang di kawasan pantai Pantura, seperti mereka sering bertemu selama ini. " Kalau itu yang kamu tanyakan, itulah memang yang aku lakukan sekarang ini. Aku akan berubah dan kembali ke keluargaku. Aku akan mengakhiri hubungan cinta yang tiada sportif ini dan aku akan memohon maaf kepadamu jika langkah ini salah menurutmu ", jawab Benny. Pertanyaan Hastuti yang baru diungkapkan kira-kira sebelas menit setelah mereka duduk berdua di tempat itu, dijawab tegas dan saklek oleh Benny. Hastuti hanya menangis dan menangis. Air mata yang membasahi pipinya tak nampak jelas di mata Benny, karena penerangan di kafe itu memang minim alias remang-remang. Apalagi Hastuti tidak mau menangis sesenggukan di depan Benny. Ia merasa malu dan gengsi, ia tak mau nampak sebagai perempuan pengemis cinta, dan apalagi jawaban itu adalah jawaban yang tidak pernah dibayangkannya selama ini. Ia shock, ia sesak nafas dibuatnya.


Tempat pertemuan yang biasanya terkenang keindahannya itu kini tiada lagi.Tempat kencan itu selalu indah untuk dinikmati berdua, seperti yang ia tuju selama ini. Bersama memandangi ombak pantai hingga tertidur di pelukan kekasih tercinta. Angin laut yang berhembus sepoi-sepoi menambah kesejukan hangatnya cinta sepasang kekasih. Tiada terasa waktu pun telah berlalu begitu cepat hingga berlabuh ke sebuah persimpangan jalan tempat mereka bertemu dan berpisah saat ini. " Tut, kamu harus sadar dan segera bertobat dengan memperbaiki diri atas semua kesalahan dan kekeliruan kita selama ini. Ingat nggak, kesepakatan kita adalah cinta perselingkuhan yang tidak akan berlanjut dan kita harus segera mengakhiri ini semua. Kita telah melakukan perbuatan zina yang dikutuk Tuhan. Apa pun risikonya kita akhiri saja sampai di sini.........", lanjut Benny lagi. Mendengar kata-kata kekasihnya, Hastuti tiada bisa lagi menahan kepedihannya dan ia berlari menuju toilet. Ketidak berdayaan Hastuti sebagai wanita yang lemah semakin memperparah kondisinya. Ia yang jarang dibelai kasih sayang oleh suami resminya tentu selalu merasa kesepian ketika hari-hari hidupnya semestinya indah seperti keluarga lain yang harmonis. Tetapi kehadiran Benny yang cool abis benar-benar membuatnya klepek-klepek hingga larut dalam cintanya dan tenggelam bersama khayalan indahnya. Dan pemutusan hubungan-cinta dengan Benny tentu membuat hatinya rapuh dan ia merasa ingin mati saja. Di toilet, entah apa yang akan dilakukan Hastuti, yang jelas ia akan memeras sapu tangannya yang basah air mata atau ada maksud lain ?


Telah 35 menit Benny ditinggalkan sendirian oleh Hastuti tempat mereka duduk, kemana ya ? Jangan-jangan ia pergi pulang. " Mas, gak lihat wanita yang tadi duduk bersama saya di meja situ ? Sudah lebih dari setengah jam lho dia meninggalkan saya....", tanya Benny kepada pelayan kafe yang lewat di depan toilet wanita. Orang itu menggelengkan kepala pertanda tak tahu. Wah bagaimana ini ? Rupanya Hastuti benar-benar tersinggung dan sakit hatinya setelah mendengarkan penjelasan Benny. Ditunggu lagi sampai sejam ternyata Hastuti tiada muncul juga. " Pasti Tuty telah kabur pulang.....ya sudahlah ", pikir Benny enteng.


" Kalau wanita yang saya tunggu tadi kembali lagi kemari, tolong bilang kalau saya sudah pulang ya, salah sendiri pergi kok gak bilang-bilang, saya harus menunggu sampai kapan ? Bilang juga suruh dia telepon ke saya ya ? ", kata Benny kepada pelayan kafe yang tadi. Kebanyakan pelayan di kafe ini sudah kenal Benny. Jadi mereka pun gak banyak tanya juga.


Esoknya, Benny terlambat hadir di kantor. "Kok sepi sekali kantor ini, pada kemana ya ?", bisik hati Benny melihat suasana kantor yang sepi. Mungkin itu juga karena perasaan Benny yang sedang tidak tenang. Ia senantiasa berfikir tentang kejadian semalam di kafe. Kemana Hastuti ya ? Ia ingin mengetahui khabar kekasih yang telah diputuskannya semalam, apakah dia baik-baik saja ? Kemana sebenarnya dia pergi semalam setelah diputuskan hubungan-cinta itu dan terpaksa Benny meninggalkan kafe itu pulang ke rumah dan tidur ?


"Mas, kantor kok sepi, pada kemana sih ?", tanya Benny kepada petugas cleaning service yang lewat di depannya. " Oo anu..., Bu Hastuti ditemukan hampir mati di pantai Laut Jawa semalam. Orang-orang pergi menengok ke rumah sakit......", jawab petugas itu sambil berlalu.


"Ya Tuhan, pasti dia berniat bunuh diri semalam. Pantas dia tidak kembali lagi bersama Benny. Hastuti nekad juga", pikir Benny, yang sekarang jantungnya terasa berdegup kencang karena deg-degan. Jelas, ia merasa bersalah telah pergi begitu saja dari kafe itu dan tiada punya upaya sedikit pun untuk mencari atau apa ? "Bagaimana aku harus menghadapi kasus ini ya ?", Benny bergumam sambil mengepalkan tinju kanannya ke telapak tangan kirinya. Ia stress pagi ini, akankah Hastuti menceritakan semua yang terjadi kepada orang-orang kantor ini ? (bersambung)